Demokrasi Periode1959-1965
Pertama, mengaburnya sistem kepartaian.
Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam rangka
mengisi jabatan politik di pemerintah (karena Pemilihan Umum tidak pernah
dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik ulur kekuatan
antara lembaga kepresidenan, Angkatan darat dan Partai Komunis Indonesia.
Kedua, dengan terbentuknya Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), peranan lembaga legislatif dalam sistem politik
nasional menjadi sedemikian lemah. Karena, DPR-GR tidak lebih hanya merupakan
instrument politik lembaga kepresidenan. Proses rekruitmen politik untuk
lembaga ini pun
ditentukan
oleh Presiden.
Ketiga, hak dasar manusia menjadi sangat lemah.
Presiden dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai
dengan kebijaksanaannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
Sejumlah lawan politiknya menjadi tahan politik presiden, terutama yang berasal
dari kalangan Islam dan Sosialis.
Keempat, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak
dari semangat anti kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus
oleh pemerintah seperti misalnya Harian Abadidari Masyumi dan
Harian Pedoman dari PSI.
Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin
dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah-daerah
memiliki otonomi yang terbatas.
Demokrasi Periode1959-1965
Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak
pernah terjadi. Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur,
bupati/walikota, camat, dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama
pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara
pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Rekruitmen politik
merupakan proses pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah
negara baik itu untuk lembaga eksekutif (pemerintah pusat maupun daerah),
legislatif (MPR, DPR, dan DPRD) maupun lembaga yudikatif (Mahkamah Agung).
Dalam
negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis, semua warga negara
yang mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi
jabatan politik tersebut. Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia pada masa Orde
Baru, system rekruitmen politik tersebut bersifat tertutup, kecuali anggota DPR
yang berjumlah 400 orang dipilih melalui Pemilihan Umum. Pengisian jabatan
tinggi negara seperti Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung dan
jabatan-jabatan lainnya dalam birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga
kepresidenan.
Demikian
juga dengan anggota badan legislatif. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih
melalui proses pengangkatan dengan surat keputusan Presiden. Sementara itu
dalam kaitannya dengan rekruitmen politik lokal (seperti gubernur dan
bupati/walikota), masyarakat di daerah tidak mempunyai peluang untuk ikut
menentukan pemimpin mereka, karena kata akhir tentang siapa yang akan menjabat
diputuskan oleh Presiden. Jelas, sistem rekruitmen seperti sangat bertentangan
dengan semangat demokrasi.
Ketiga, Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan
Umum telah dilangsungkan sebanyak tujuh kali dengan frekuensi yang teratur
setiap lima tahun sekali. Tetapi kalau kita amati kualitas pelaksanaan
pemilihan umum tersebut masih jauh dari semangat demokrasi. Karena Pemilihan
Umum tidak melahirkan persaingan yang sehat, yang terjadi adalah
kecurangankecurangan yang sudah menjadi rahasia umum.
Keempat, pelaksanaan hak dasar warga negara. Sudah bukan menjadi
rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik
Indonesia berkaitan erat dengan perwujudan jaminan hak asasi manusia. Masalah
kebebasan pers sering muncul ke permukaan. Persoalan mendasar adalah selalu
adanya campur tangan birokrasi yang sangat kuat. Selama pemerintahan orde baru,
sejarah pemberangusan surat kabar dan majalah terulang kembali seperti yang
terjadi pada masa orde lama, misalnya beberapa media massa seperti Tempo,
Detik, dan Editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain
dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai
masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara.
Demokrasi Periode 1965-1998
Pertama, Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang
sebelumnya. Sistem pemilu yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat
untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004
rakyat bisa langsung memilih wakilnya di lembaga legislatif dan presiden/wakil
presiden pun dipilih secara langsung. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005 kepala
daerah pun (gubernur dan bupati/walikota) dipilih langsung oleh rakyat.
Kedua, rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat
sampai pada tingkat desa.
Ketiga, pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik
dilakukan secara terbuka dimana setiap warga Negara yang mampu dan memenuhi
syarat dapat menduduki jabatan politik tersebut tanpa adanya diskrimisi.
Keempat, sebagian besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya
kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan sebagainya. Kondisi demokrasi
Indonesia saat ini bisa diibaratkan sedang menuju sebuah kesempurnaan. Akan
tetapi jalan terjal menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah
mengawal demokrasi ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar