Selasa, 17 Oktober 2017

makalah tentang sholat khouf

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus dikerjakan bagi setiap muslim yang sudah akhil baligh maupun mu’alaf sesuai dengan waktu yang sudah dianjurkan / ditentukan sebagaimana perintah Allah SWT, baik dalam kondisi apapun dan dimanapun kita berada. Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat terdiri dari shalat wajib dan shalat sunah. Shalat wajib merupakan shalat / ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dalam kondisi apapun dan tidak boleh ditinggalkan. Dalam sehari shalat wajib dikerjakan lima kali dengan jumlah rakaat sebanyak 17. Sedangkan shalat sunah merupakan shalat tambahan di luar shalat fardhu / wajib, bila dikerjakan mendapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak berdosa. Shalat sunnah termasuk amalan yang mesti kita jaga dan rutinkan. Di antara keutamaannya, shalat sunnah akan menutupi kekurangan pada shalat wajib, dihapuskan dosa dan ditinggikan derajat, akan dekat dengan Rasul SAW di surga, shalat adalah sebaik-baik amalan, menggapai wali Allah yang terdepan, Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab.
Banyak sekali macam-macam shalat yang dapat dikerjakan, salah satunya yaitu shalat khauf. Shalat khauf dapat dikerjakan dalam kondisi yang darurat seperti dalam keadaan perang, bahaya baik dari musuh maupun serangan binatang buas, dan sebagainya.  Sebab dalam kondisi apapun baik itu perang tidak boleh meninggalkan shalat. Maka dari itu ketika dalam kondisi yang darurat sebagaiaman tersebut diatas, dianjurkan untuk melakukan shalat khauf. Sebab shalat khauf bukanlah shalat yang dapat berdiri sendiri seperti shalat ied, gerhana, dan sejenisnya. Tetapi shalat khauf adalah shalat fardlu/ wajib dengan syarat, rukun, sunnah-sunnah dan jumlah rakaat seperti biasa (ketika aman), dan dilakukan secara berbeda jika berjamaah.
Untuk membatasi bahasan dalam penulisan makalah  ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat khauf. Sehingga dengan apa yang telah dipaparkan dalam makalah ini kita bisa lebih mengerti tentang shalat khauf dan tata cara pelaksanaannya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, perumusan masalah yang dapat diambil sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah dilaksanakan shalat khauf?
2.      Dalam kondisi bagaimana dan dimana diperbolehkan untuk melakukan shalat khauf?
3.      Apa saja yang membatalkan shalat khauf?
4.      Bagaimana cara melaksanakan shalat khauf?
5.      Siapa saja orang yang wajib melaksanakan shalat khauf?
6.      Bagaimana shaf dalam melaksanakan shalat khauf?

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah kali ini sebagai berikut:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama Islam pada semester 3
2.      Agar setiap orang lebih mengetahui sejarah dari shalat khauf
3.      Untuk menambah wawasan kita mengenai tata cara pelaksanaan shalat khauf dan segala yang
         membatalkan shalat khauf
4.     Untuk menambah kimanan kita kepada Allah SWT dan selalu melakasanakan ibadah yang  
         diperintahkan
5.      Agar setiap orang mengetahui hikmah dari pelaksanaan shalat khauf

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah antara lain :
1.      Bagi penulis :
a.      Mengetahui lebih dalm mengenai sejarah dari dilaksanakannya shalat khauf
b.      Mengetahui tata cara dan hal-hal yang membatalkan dalam melaksanakan shalat khauf
c.      Bisa memotivasi untuk selalu menunaikan ibadah dalam kondisi apaun dan dimanapun ita
         berada
2.      Bagi Pembaca :
a.       Memberikan tambahan pengetahuan kepada setiap pembaca mengenai shalat khauf
b.      Pembaca dapat mengetahui hikmah, tata cara, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
         shalat khauf
c.       Memberikan dorongan kepada setiap pembaca untuk senantiasa melaksanakan ibadah kepada
        Allah dalam kondisi apapun dan dimanapun berada sebagaimana yang tlah dilakukan oleh
        Rasul SAW




























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori
Shalat khauf adalah shalat yang dilaksanakan dalam keadaan bahaya atau takut (suasana perang) karena bimbang akan diserang musuh. Selain itu shalat khauf juga dilaksanakan karena kebakaran dan sebagainya baik dalam perjalanan atau mukim (di suatu tempat). Shalat Khauf merupakan kemudahan yang tidak terdapat dan tidak boleh dilaksanakan di dalam shalat-shalat yang lain. Shalat wajib dilakukan dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan bahaya (perang). Shalat dalam keadaan bahaya dilakukan diwaktu perang melawan musuh dan segala bentuk perang yang tidak haram seperti pertempuran melawan pemberontak atau orang orang yang melawan pemerintahan yang sah atau melawan perampok, penjahat dan teroris yang semuanya dibolehkan dalam Islam, sesuai dengan firman Allah:
       وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُمْ مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً – النساء ﴿١٠٢﴾
 Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.  Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit, dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”. (Qs an-nissa’ ayat: 102)
Ulamak–ulamak fiqah telah bersepakat tentang adanya ketetapan syarak mengenai shalat khauf ini, “Khauf bagi mereka bukan semata-mata takut kepada serangan musuh malah termasuk juga khauf (takut) dari ancaman kebakaran dan juga binatang-binatang buas dan lain-lain lagi daripada ancaman yang boleh menyebabkan kemusnahan dan kehancuran.”
Menurut bahasa shalat berarti doa, dan menurut istilah shalat berarti ibadah kepada Allah SWT yang memiliki ucapan dan perbuatan tertentu dan khusus, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut shalat karena mencakup (berisi doa ibadah dan doa permohonan).
Sedangkan kata khauf, secara bahasa berarti takut. Dan menurut istilah, khauf  berarti kegoncangan di dalam diri karena khawatir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, atau hilangnya sesuatu yang disukai. Diantara hal itu adalah rasa takut dijalanan. Jadi shalat khauf merupakan penunaian shalat yang di fardhukan (diwajibkan) yang dilakukan pada saat-saat genting atau kondisi yang mengkhawatirkan dengan cara tertentu.
Shalat khauf  merupakan bentuk shalat bagi orang-orang yang memiliki udzur Syar’i, yang mana gerakan, jumlah rokaat dan tata caranya berbeda dengan shalat pada umumnya. Shalat khauf disyariatkan dalam setiap peperangan yang dibolehkan, seperti memerangi orang-orang kafir, pemberontak, dan para perampok atau penyamun sebagaiman firman Allah yang artinya, “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.”(QS. An-Nisaa’ : 101)

B.     Sejarah Shalat Khauf
Pada tahun 6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya menuju Mekah. Di sebuah tempat bernama Hudaibiyah, rombongan Nabi SAW berhadap-hadapan dengan Khalid bin Walid yang bersama pasukan sebanyak 200 orang. Mereka datang untuk mencegah Nabi SAW dan umat Islam memasuki Mekah. Waktu itu telah masuk waktu shalat Zuhur dan Bilal bangkit mengumandangkan adzan. Umat Islam kemudian bersiap-siap melaksanakan shalat jamaah. Melihat kondisi umat Islam itu Khalid bin Walid merasa ada kesempatan untuk menyerang mereka dan itu ketika mereka sedang melaksanakan shalat. Namun ketika itu turunlah surat An-Nisa ayat 102 yang membongkar niat Khalid bin Walid dengan pasukannya. Dan menjadikan Khalid bin Walid yang melihat peristiwa itu dan mukjizat Al-Quran akhirnya memilih Islam sebagai agamanya.


C.     Kondisi Diperbolehkannya Shalat Khauf
Seabagaimana yang telah dipaparkan diatas, pelaksanaan shalat khauf merupakan suatu kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya yang sedang dalam kondisi ketakutan karena sedang menghadapi musuh, bahaya, bencana, dan sebagainya yang bersifat mengkhawatirkan dan dalam kondisi darurat. Untuk tempat pelaksanaan shalat khauf itu sendiri boleh dilakukan dimana saja, tanpa mengira masa, tempat dan keadaan, adapun ketentuan atau beberapa hal yang perlu diketahui dalam pelaksanaan shalat khauf sebagai berikut,
1.      Shalat dilakukan mengikut keadaan seseorang pada ketika itu.
2.      Boleh dilakukan secara berlari, berjalan, meniarap atau berkenderaan.
3.      Rukuk dan sujud dilakukan dengan isyarat.
4.       Boleh melakukan shalat tanpa menghadap kiblat.
Ibnu Umar r.a berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : “jika keadaan itu terlalu gawat, bolehlah shalat dilakukan secara berdiri, berjalan, atau berkendaraan, menghadap kiblat ataupun tidak” (Hadits Riwayat Al-Bukhari r.a)

D.    Batalnya Shalat Khauf
Ada beberapa hal yang perlu diketahui mengenai perkara-perkara yang dapat membatalkan shalat khauf. Hal-hal tersebut antara lain,
1.      Batalnya wudhu ketika sedang melaksanakan shalat
2.      Menjerit dan melaung (sekiranya tidak diperlukan)
3.      Melakukan banyak pergerakan yang tiada kaitan dengan peperangan
4.      Keluar darah yang banyak tidak menjejaskan shalat (di sisi mazhab Maliki tetapi imam
        Syafi’I, ia membatalkan shalat kecuali kerana terpaksa atau darurat) maka kiranya dimaafkan.

E.     Cara Shalat Khauf
Islam cukup menitik beratkan shalat dan harus ditunaikan karena shalat  merupakan kewajiban ke atas (kepada Allah SWT) setiap muslim. Shalat berlaku dan wajib dilaksanakan dalam keadaan / kondisi apapun baik itu ketika sakit, keuzuran ataupun ketika berada di medan peperangan, dengan cara-cara yang telah ditetapkan.
Ciri-ciri asas shalat itu secara berjamaah sama dengan shalat qasar dan jamak. Shalat ketika perang tidak begitu banyak perbedaan kecuali makmum dapat bergerak, menangguhkan shalat dan menyambung semulanya selepas berperang.
Shalat khauf dilakukan dalam tiga keadaan yaitu shalat ketika :
1.      Musuh datang dari arah kiblat,
2.      Musuh datang dari arah bertentangan kiblat,
3.      Musuh datang dari semua arah.
Menurut Ibnul Qayyim dasar cara mengerjakan shalat khauf ada enam cara, tetapi sebagian ulama menjadikan lebih banyak lagi, akan tetapi jumlah yang bisa dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebenarnya tidak begitu banyak. Ada sebagian ulama yang menyebutkan sebanyak 3 cara, ada yang 6 cara dan bahkan ada yang lebih banyak dari itu. Keenam cara tersebut yaitu,
1.      Apabila musuh berada di arah kiblat
a.       Imam mengatur pasukan menjadi dua shaf, shaf pertama dan shaf kedua, lalu membuka
          secara keseluruhan.
b.      Kemudian imam melakukan shalat bersama shaf pertama dan shaf kedua, hingga berakhir
         i’tidal dan ruku’ pada rakaat pertama.
c.       Pada waktu sujud, kelompok pertama sujud terlebih dahulu sedangkan kelompok kedua
          menunggu. Setelah imam dan shaf pertama bangun dari sujudnya, shaf kedua sujud
         sedangkan imam dan shaf pertama bergantian untuk menjaga.
d.      Demikain seterusnya mereka saling bergantian menjaga musuh.
e.       Kemudian shalat diakhiri dengan memberi salam bersama sama.
                  Cara Ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah SAW dari Jabir bin Abdullah r.a:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ : شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْخَوْفِ ، فَصَفَّنَا صَفَّيْنِ : صَفٌّ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالْعَدُوُّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ ، فَكَبَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَبَّرْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَكَعَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ ، وَقَامَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نَحْرِ الْعَدُوِّ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ وَقَامَ الصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ وَقَامُوا ، ثُمَّ تَقَدَّمَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ وَتَأَخَّرَ الصَّفُّ الْمُقَدَّمُ ، ثُمَّ رَكَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ الَّذِي كَانَ مُؤَخَّرًا فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى ، وَقَامَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نُحُورِ الْعَدُوِّ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ ، فَسَجَدُوا ، ثُمَّ سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَلَّمْنَا جَمِيعًا
(رواه مسلم)
“Suatu ketika aku turut melakukan shalat khauf bersama Rasulullah saw. Beliau membagi kami menjadi dua barisan, satu barisan berada di belakang Rasulullah saw. sedang musuh berada di antara kami dan kiblat. Ketika Nabi saw takbir kami semua ikut takbir. Kemudian beliau ruku’, kami semua ikut ruku’. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, kami semua melakukan hal yang sama. Kemudian beliau turun untuk sujud bersama barisan yang berada langsung di belakang beliau. Sementara itu barisan yang terakhir tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud, dan barisan yang di belakangnya berdiri, maka barisan yang terakhir tadi turun untuk melakukan sujud lalu mereka berdiri. Lalu barisan yang di belakang maju, dan barisan yang di depan mundur. Kemudian Nabi saw. ruku dan kami semua ikut ruku. Kemudian Nabi mengangkat kepalanya, kami pun mengikutinya. Sementara barisan yang tadi berada di belakang ikut turun sujud bersama beliau, barisan yang satunya lagi tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud bersama barisan yang tepat di belakangnya, maka barisan yang di terakhir turun untuk sujud. Setelah mereka selesai sujud, Nabi saw. mengucapkan salam dan kami semua ikut salam. Jabir berkata: Seperti yang biasa dilakukan oleh para pasukan pengawal terhadap para pemimpin mereka.” (HR. Muslim)
                  Untuk cara shalat ini ada tiga syarat yaitu,
a.      Musuh berada di arah kiblat
b.     Berada di atas gunung atau ditanah yang datar, tidak tertutupi oleh suatu apapun dari
        pandangan orang muslim
c.       Orang muslim berjumlah banyak, sekelompok sujud dan kelompok yang lainnya menjaga
2.      Apabila musuh tidak berada di arah kiblat
a.       Imam membagi ma’mum menjadi dua kelompok (satu kelompok berdiri menjaga musuh
          sedangkan kelompok yang satunya membuka shalat satu rakaat bersama imam)
b.      Setelah barisan pertama selesai shalat maka barisan kedua melakukan shalatnya bersama
         imam satu rakaat lagi, dan penjagaan dilakukan oleh barisan pertama yang telah selesai
         shalat.
c.       Kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan sendiri rakaatnya yang kedua
Sebagaimana hadits Nabi saw yang artimya:
“Dari Ibnu Umar r.a katanya, “Rasulullah SAW shalat dengan salah satu dari dua kelompok satu rakaat, sedangkan kelompok yang lainnya menghadapi musuh. Kemudian kelompok pertama pergi menggantikan kelompok kedua untuk menghadapi musuh, sementara kelompok ini datang untuk shalat dengan Nabi SAW satu rakaat, lalu beliau memberi salam dan kedua kelompok itu masing-masing menyelesaikan satu rakaat lagi.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim)
3.      Apabila musuh berada bukan diarah kiblat
a.     Shalat dilakukan dua rakaat
b.      Imam shalat satu rakaat dengan kelompok yang pertama, kemudian menunggu sampai mereka
        menyelesaikan sendiri-sendiri setelah selesai, mereka pergi menghadapi musuh
c.     Kelompok kedua maju ke depan untuk melakukan shalat dengan imam dalam rakaat yang
       kedua, dan imam juga menunggu sampai mereka menyelesaikan rakaatnya yang kedua,
      dengan begitu imam akan memberikan salam bersama-sama dengan ma’mum.
Sebagaimana diceritakan dari Saleh bin Khawwat, dari Sahl bin Khaisamah yang artinya, “Nabi SAW berbaris dengan satu kelompok, sedangkan kelompok lainnya menghadap musuh. Beliau shalat dengan kelompok pertama itu satu rakaat dan tetap saja berdiri, kelompok itu menyelesaikan sendiri shalatnya lalu pergi menghadap musuh lalu datanglah kelompok kedua melakukan shalat satu rakaat baersama beliau (bagi nabi shalat yang kedua). Beliau tetap saja duduk menunggu mereka menyelesaikan shalatnya kemudian beliau member salam dengan mereka bersam-sama.” (HR. Jamaah selain Ibnu Majah)
4.      Imam shalat dengan masing-masing kelompok dua rakaat
Dua rakaat pertama kedudukannya bagi imam sebagai fardhu, sedangkan dua rakaat yang akhir sebagai sunnah. Jadi apabila orang yang melaksanakan shalat fardhu itu berma’mum dengan orang yang melaksanakan shalat sunah, hukumnya diperbolehkan.
Seabagaimana yang salah satunya tercantum dalam hadits Nabi SAW yang artinya, “Dari Jabir r.a bahwa Nabi SAW shalat dengan sekelompok sahabatnya dua rakaat, lalu shalat lagi dengan kelompok yang lain dua rakaat, kemudian beliau memberi salam”.
5.      Kedua kelompok bersama-sama shalat dengan imam
a.       Satu kelompok berdiri menghadapi musuh dan kelompok lainnya shalat satu rakaat bersama
         imam lalu pergi dan berdiri menghadapi musuh
b.      Kelompok yang sebelumnya menjaga, kemudian shalat sendiri-sendiri datu rakaat, sementara
        itu imam tetap berdiri dan melanjukan shalat dengan mereka untuk rakaat yang kedua
c.       Setelah selesai, maka kelompok yang bergantian jaga tersebut melaksanakan shalat sendiri-
        sendiri satu rakaat, sedangkan imam dan kelompok yang kedua duduk dan menuggu
d.      Kemudian kedua kelompok bersam-sama dengan imam memberi salam secara bersama-sama
Cara tersebut sesuai dengan hadis Nabi SAW yang artinya, “Dari Abu Hurairah r.a katanya , “Saya ikut Shalat Khauf bersama Rasulullah SAW pada peperangan di Nejed. Beliau hendak shalat asar, maka beliau berdiri dengan satu kelompok, sedangkan kelompok lain menghadapi musuh dengan punggung mereka menghadap kiblat. Beliau membaca takbir dan diikuti oleh kelompok yang sedang bermakmum dan juga yang sedang menghadapi musuh, lalu beliau melakukan shalat satu rakaat bersama kelompok shaf pertama serta sujud bersama mereka, sedangkan kelompok lain berdiri menghadapi musuh. Setelah berdiri kembali, kelompok yang sudah melaksanakan satu rakaat tersebut menghadapi musuh menggantikan kelompok yang sebenarnya menghadapi musuh, lalau kelompok yang digantikan itu ruku’, kemudian sujud sedangkan Rasulullah SAW tetap berdiri. Lalu mereka berdiri untuk rakaat kedua, setelah itu nabi memeipin mereka ruku’ dan sujud sendiri-sendiri, setelah sama-sama duduk, maka Nabi SAW member salam diikuti oleh mereka. Jadi Rasulullah SAW shalat dua rakaat dan masing-masing kelompok juga dua rakaat.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i)
6.       Tiap kelompok shalat dengan imam dibatasi satu rakaat, hingga imam melakukannya dua
          rakaat, sedangkan masing-masing kelompok hanya satu rakaat.
     Salah Satu hadis Nabi SAW yang menunjukkan cara shalat khauf yang tiap kelompok dengan imam diabatsi satu rakaat tersebut sebagai berikut, yang artinya,
“Dari Ibnu Abbas r.a katanya.”sesungguhnya Nabi SAW shalat dalam peperangan Dzi Qird. Beberapa orang berbaris dibelakang beliau dua saf, satu saf dibelakang beliau dan satu saf lagi menghadapi musuh. Beliau shalat dengan dengan saf yang dibelakang satu rakaat, lalu saf yang sudah melaksanakan shalat ini menggantikan saf yang belum. Yang digantikan ini melakukan shalat dengan Nabi satu rakaat dan tidak menambah lagi.” (HR. An-Nasa’i daan Ibnu Hibban, Ibnu Hibban menyatakan bahwa hadis ini shahih)
Selain dari keenam cara yang telah disebutkan diatas, ada satu cara lagi dalam melaksanakan shalat khauf, yaitu Jika dalam keadaan gawat dan imam tidak bisa mengatur, maka masing masing bisa melakukan shalat sebisa-bisanya, dalam keadaan berjalan kaki, berlari atau mengendarai kuda (tank), dengan menghadap atau tidak menghadap kiblat. Yang penting shalat harus dilakukan dan caranya bebas tanpa ikatan. Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا – البقرة ﴿٢٣٩﴾
Artinya: ”Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Qs Al-Baqarah ayat: 239)


F.      Yang Wajib Melaksanakan Shalat Khauf
            Berdasarkan latar belakang dan pembahsan-pembahasan diatas, setiap orang wajib untuk melakuan ibadah kepada Allah SWT, yang salah satunya yaitu shalat, sebab shalat merupakan ibadah wajib dan tidak boleh ditinggalkan. Dalam hal ini shalat khauf merupakan shalat wajib bagi setaiap muslim yang pelaksanannya dalam kondisi / suasan yang gawat / genting / ataupun darurat. Jadi yang wajib melaksanakan shalat khauf yaitu setiap orang muslim yang sedang dalam perjalanan (musafir), setiap orang muslim yang sedang mengalami suatu bencana / berada di lokasi bencana, dalam keadaan darurat / dalam kondisi perang untuk menghindari suatu perlawanan yang datang dari musuh ataupun untuk menghindari rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang tidak diharapkan terjadi, dan sebagainya.

G.    Shaf Dalam Shalat Khauf
Untuk melaksanakan shalat khauf, harus diperhatikan dalam pembagian shaf yaitu,
1.      Imam perlu membagikan anggota tentara kepada dua kumpulan (dibagi dua kelompok / lebih)
2.      Sekurang-kurangnya ada tiga orang  dalam setiap kelompok dalam shaf
3.      Dua kelompok akan membuat shaf di belakang imam
4.      Setiap kelompok tersebut boleh terdiri dari beberapa shaf












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dengan mencermati lebih jauh ayat 102 surat An-Nisa yang menjelaskan tentang shalat khauf ini ada beberapa poin pelajaran yang dapat dipahami:
1.         Shalat tidak pernah libur, bahkan dalam kondisi perang. Seorang pejuang juga adalah orang yang menegakkan shalat. (... lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka ... dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata)
2.         Pentingnya shalat berjamaah. Di medan perangpun tetap dilakukan shalat jamaah, sekalipun dengan satu rakaat. (hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyang mereka denganmu)
3.         Ketika ada dua kewajiban penting seperti shalat dan jihad, kita tidak boleh mengorbankan satu demi yang lainnya. (lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka ... dan menyandang senjata)
4.         Kewaspadaan dalam setiap kondisi itu sangat penting. Bahkan shalat tidak boleh membuat umat Islam lupa akan musuhnya. (... dan menyandang senjata)
5.         Pemimpin merupakan pusat persatuan dan ibadah. (Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka ... kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka)
6.         Pembagian kerja, saling membantu dan mengajak orang lain dalam pekerjaan yang baik, bahkan pada kondisi gentingpun hal ini merupakan faktor yang mempersatukan masyarakat. Dalam ayat ini dua rakaat shalat dibagi-bagi untuk dua kelompok dari umat Islam, sehingga tidak ada diskriminasi dalam ibadah dan semua berpartisipasi dalam perbuatan baik. (hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat)
7.         Perintah Allah SWT berbeda-beda sesuai dengan kondisi. Ayat ini tentang shalat Khauf ketika berhadapan dengan musuh. (hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat)
8.         Shalat jamaah di medan perang merupakan tanda cinta akan tujuan, Allah, pemimpin dan komitmen terhadap nilai-nilai. (Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka ... kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka)
9.         Di medan perang, rotasi dan pergerakan pasukan harus bisa dilakukan dalam jangka waktu satu rakaat shalat. (maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat)
10.     Selama melakukan shalat di medan perang semakin panjang waktunya, kesempatan musuh untuk menyerang akan semakin besar. Dengan demikian, penjagaan harus semakin diperketat. Pada rakaat pertama cukup dengan memegang senjata, tapi pada rakaat kedua harus memegang senjata dan perlengkapan lain untuk melindungi diri. (dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata)
11.     Allah SWT mengabarkan Nabi-Nya SAW akan konspirasi dan rencana musuh. Dengan mencermati sebab turunnya ayat 102 surat an-Nisa, dapat diketahui bahwa Khalid bin Walid berencana menyerang Nabi SAW dan sahabatnya ketika sedang melakukan shalat. Ketika ayat ini diturunkan, rencana serangan itu akhirnya dibatalkan.
12.     Usaha dengan ikhlas akan mendatangkan bantuan illahi pada waktu yang tepat. Turunya ayat ini dengan perintah melakukan shalat khauf merupakan bantuan illahi untuk menggagalkan konspirasi musuh.
13.     Di medan perang, acara ibadah tidak boleh dilakukan dengan waktu yang panjang dan pekerjaan apa saja yang dapat menghilangkan kewaspadaan menjadi haram hukumnya. (Orang-orang Kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus)
14.     Ibadah tidak boleh menjadi sarana yang melupakan manusia akan musuh. (Orang-orang Kafir ingin supaya kamu lengah) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

B.     Saran
Melihat dari kesimpulan dan pembahasan yang sudah dipaparkan diatas, ada beberapa saran / masukan yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita. Adapun saran tersebut antara lain :
1.      Sebagai seorang muslim hendaknya selalu menunaikan ibadah wajib yaitu shalat dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Sebab dalam kondisi-kondisi tertentu Allah SWT memberikan kemudahan bagi setiap hamba-Nya dalam melakukan ibadah shalat
2.      Usahakan untuk selalu melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah, karena shalat yang dilakukan secara berjamaah jauh lebih besar pahala dan keutamaannya apabila dibandingkan dengan melaksanakan ibadah shalat secara munfarid
3.      Tunaikan shalat dengan tepat waktu, tanpa menunda-nunda waktu untuk shalat, sebab kelak yng akan dihisab pertama kalinya di akherat yaitu shalat kita masing-masing, bukan jumlah harta yang kita miliki selama hidup di dunia




























DAFTAR PUSTAKA


Asyur, Ahmad Isa. 1995. Fiqih Islam Praktis Bab Ibadah. Solo : Pustaka Mantiq
Abiding, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah Untuk IAIN, STAIN, dan PTAIS. Bandung : Pustaka Setia
Rasjid, Sulaiman. 2000. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Mahalli, A.M. 2003. Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat. Jakarta : Prenada Media
http://indonesian.irib.ir/al-quran1/-/asset_publisher/pZT6/content/sejenak-bersama-al-quran-melaksanakan-shalat-khauf-dalam-perang
http://islamiwiki.blogspot.com/2012/10/hikmah-disyariatkanya-shalat-khauf.html#.Uph1gtJdWHY
http://aljaami.wordpress.com/2011/10/27/shalat-khauf/
http://alislamu.com/ibadah/4-shalat/205-bab-shalat-khauf.html
http://www.alsofwah.or.id/cetakfiqih.php?id=158


Tidak ada komentar:

Posting Komentar