BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, bahwa anak bagi orang tua ketika ia
masih hidup dapat dijadikan sebagai penenang, dan sewaktu ia pulang ke
rahmatullah anak sebagai pelanjut dan lambang keabadian. Oleh karena itu, bagi
yang tidak memiliki anak akan berupaya untuk mendapatkan anak.
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh
berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam
menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya diantara panca maslahat yang
diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah
hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan
kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan
ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan
adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah
karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya
sesuai kaedah ajaran-Nya.
Dengan semakin berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi, teknologi modern menemukan bahwa untuk mendapatkan anak
tidak perlu melalui adopsi anak yang sebenarnya tidak memiliki hubungan nasab
dengan orang yang mengadopsinya, tetapi dengan mengikuti program inseminasi
maupun bayi tabung, seseorang dapat memiliki anak, bahkan dilahirkan dari
kandungan perempuan itu sendiri. Permasalahan inilah yang kemudian dikaji dalam
makalah ini.
Teknologi
bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang
pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan
biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan
terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang
tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak
negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan
pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan
teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di
masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal
Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan
penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya
terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh
karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru
Besar Bioethics di University of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen
etika biologi dalam praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai
bioetika. Menurut John Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika
bermula sebagai bidang spesialisasi pada 1960 –an sebagai tanggapan atas
tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang
teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud
dengan inseminasi dan bayi tabung?
2. Bagaimana pandangan
agama terhadap inseminasi dan bayi tabung?
C. Tujuan
Untuk memaparkan Apa yang di maksud dengan inseminasi dan
bayi tabung dan bagaimana pandangan agama terhadap inseminasi dan bayi tabung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Inseminasi dan Bayi
Tabung
1. Definisi Inseminasi
Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial
insemination. Artificialartinya buatan atau tiruan, sedangkan
insemination berasal dari kata latin. Inseminatusartinya pemasukan
atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan
buatan.
Jadi, inseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang
dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim
wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah
kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud
dengan bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses
pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan
ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan bayi tabung karena benih laki-laki
yang disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar
rahim, perlu disediakan ovom (sel telur) dan sperma. Jika saat ovulasi
(bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel
telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut,
kemudian di taruh dalam suatu tabung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang
di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut
bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang
menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita
itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh
para sahabat nabi terhadap pohon korma.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi
reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama
kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi
buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan
hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen
pada temperatur – 321 derajat Fahrenheit. Bank sperma atau di sebut juga bank
ayah mulai tumbuh pada awal tahun 1970.
2. Definisi Bayi Tabung
Bayi tabung merupakan terjemahan dari artificial
insemination. Atificialartinya buatan atau tiruan,
sedangkan insemination berasal dari kata latin “inseminatus”
artinya pemasukan atau penyimpanan. Bayi tabung dikenal juga dengan istilah
pembuahan in vitro atau dalam bahasa inggris dikenal
sebagai in vitro fertilitation ini adalah sebuah teknik
pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita tanpa melalui senggama (sexual
intercourse).
Bayi tabung merupakan salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan dalam sebuah rumah tangga ketika metode lainnya tidak
berhasil.
Jadi bayi tabung adalah metode untuk membantu pasangan subur
yang mengalami kesulitan di bidang pembuahan sel telur wanita oleh sel
sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur
wanita dengan alat yang disebut laparoscop ( temuan dr. Patrick C.
Steptoe dari Inggris ).
Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu
mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami. Setelah
terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu tersebut, kemudian hasil pembuahan
itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa
kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.
B. Pandangan Agama Islam
Terhadap Inseminasi dan Bayi Tabung
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam
termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya secara
spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik
sekalipun. Oleh karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum
Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai
oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai
dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok
hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan
pendekatan multidisipliner oleh para ulama dan cendikiawan
muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh
kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli
kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah
banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun
1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh
Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan
bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan
dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi
tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan bayi tabung, ibu titipan dan
seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan
dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah
melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat
Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan
ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi
tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila
dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau
uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal
keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk
membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai
dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan
yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Alasan lain dibolehkannya Inseminasi buatan dengan sperma
suami sendiri, karena berhubung ada kelainan perangkat dalam diri si isteri
maupun suami atau karena si suami telah kehabisan spermanya yang telah
disumbangkan kepada Bank sperma ketika ia masih subur. Terlepas dari itu semua,
asal inseminasi itu dilakukan dengan sperma suami yang sah, hal itu dibolehkan,
sehingga anak yang lahir adalah anak yang sah dan jelas ibu bapaknya. Jadi pada
perisipnya dibolehkan inseminasi itu bila keadaannya benar benar memaksa
pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah
tangganya (terjadi percerayan).
Inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor, para
ulama mengharamkannya, seperti pendapat Yusuf el-Qhardlawi katanya…… “Islam
juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma (bayi tabung), apabila
ternyata pencangkokan itu bukan dari sperma suami. Selain itu juga berpengaruh
negatif dan buruk terhadap kejiwaan orang-orang bersangkutan, diantaranya:
1. Bagi suami yang sah,
kehadiran anak itu akan mengganggu pikiranya. Si suami akan merasa lemah dan
kerdil, jika anak tersebut dapat tumbuh dan berparas cantik, sebab dia tidak
dapat membohongi dirinya sendiri, bahwa anaknya itu bukan anaknya yang
sebenarnnya.
2.
Bagi isteri yang telah menimang seorang bayi mungil, pada
umumnya akan semakin mencintai suaminya, karena tidak telah memberinya anak
yang sangat dicintainya.
3.
Tetapi anak tersebut adalah hasil Inseminasi buatan yang
bukan berasal dari suaminya. Jika nanti anak tumbuh subur, gagah dan berilian,
tentu si isteri ingin mengetahui laki-laki hebat yang telah memberinya anak,
untuk menyatakan terima kasih dengan caranya sendiri atau untuk hal-hal lain
yang mungkin akan menggiringnya ke arah perzinahan.
4.
Bagi si anak, secara naluriyah lambat laun akan merasakan
ada ketidak beresan pada dirinya, jika ia telah mengetahuinya, maka ia akan
mengalami kegoncangan jiwa yang lebih hebat dari yang dialami anak pungut.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan
bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina.
Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan inseminasi butan dengan donor, ialah sebagai berikut :
Al-Qur’an surat Al-isra ayat 70 :
”Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami
angkat mereka didaratan dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”
dan surat At-tin ayat 4:
”seseungguhnya kami telah menciptakan mnusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”
Kedua ayat tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh
Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai keistimewaan sehingga melebihi
makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia,
maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabat sendiri dan juga menghormati
martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada
hakikatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Hadits
Nabi SAw:
” Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan
hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri
orang lain). hadits riwayat Abu daud, Al-Tirmidzi.
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan
seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain.
Dalil lain untuk kehalalan inseminasi buatan pada manusia
harus berasal dari sperma dan ovum dari pasangan yang sah menurut syariah
adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan ” dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala
jalbil mashlahah (menghindari mafsadah tau mudharat) harus didahulukan daripada
mencari atau menarik mashlahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan ovum lebih banyak mendatangkan mudharat
daripada mashlahat. Mashlahat yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu
suami istri yang mandul, baik keduanya atau salah satunya untuk mendapatkan
keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan
mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa :
1. Pencampuran nasab, padahal islam sangat menjaga
kesucian / kehormatan kelamin dan kemurnian nasab.
2. Bertentangan dengan sunatullah atau
hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan
prostitusi, karena terjadi pencampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa
perkawinan yang sah.
4. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih
sayang yang alami, terutama bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan
bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai kontrak, tidak
terjalin hubungan keibuan secara alami.(Q.S Luqman :14 dan al-ahqaf : 14).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inseminasi adalah suatu penghamilan buatan yang dilakukan
terhadap seorang wanita tanpa melalui cara yang alami, melainkan dengan cara
memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan
dokter, istilah lainnya kawin suntik/permanian buatan
Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami
istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu
titipan) diperbolehkan islam dengan alasan jika keadaan kondisi suami istri
yang bersangkutan benar-benar memerlukannya dan status anaknya hasil inseminasi
macam ini sah menurut islam
Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor seperti
donor mani dari orang lain tanpa ada ikatan yang sah maka diharamkan
(dilarang keras) oleh agama islam, bahkan hukumnya sama dengan zina dan
anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang
lahir diluar perkawinan yang sah.
B. Saran
Dalam setiap melakukan tindakan apapun hendaknya memikirkan
dahulu sebab dan akibatnya agar tidak salah langkah, seperti pada inseminasi
dan bayi tabung harus benar dilihat dari bagaimana dari aspek agama dan
hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/
Ali, Muhammad Daud. Kedudukan Islam dalam Sistem Hukum Islam
. Jakarta :Yayasan. 1984.
Hasan, Ali, Masail fiqhiyah al-haditsah, PT
RajaGrapindo, Jakarta.
Mahjuddin, Masailul
Fiqhiyah, Kalam Mulya, Jakarta 2003
Setawan, Budi Utomo,, Fiqih aktual.Jakarta :Gema insane.
2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar