Senin, 16 Oktober 2017

Makalah Perang Padri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana penderitaan bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah untuk menusir para penjajah, khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas, bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram, Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang melatar belakangi dalam prlawanan tersebut ?
2.      Bagaimana strategi yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan Belanda?
3.      Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
4.      Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
5.      Bagaimana akhir dari perlawanan tersebut ?
1.3  Tujuan Pembahasan
Supaya kita dapat mengetahui susah payahnya para pejuang yang peduli akan keadaan Bangsa Indonesia.































BAB II
PEMBAHASAN
(PERANG PADRI)

2.1  Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di daerah Minangkabau (Sumatra Barat) dan sekitarnya terutama di kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.
Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Istilah Padri berasal dari kata Pidari atau Padre, yang berarti ulama yang selalu berpakaian putih. Para pengikut gerakan padri biasanya memakai jubah putih. Sedangkan kaum adat memakai pakaian hitam. Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa disebut gerakan Padri karena para pemimpin gerakan ini adalah orang Padari, yaitu orang-orang yang berasal dari Pedir yang telah naik haji ke Mekah melalui pelabuhan Aceh yaitu Pedir.
Adapun tujuan dari gerakan Padri adalah memperbaiki masyarakat Minangkabau dan mengembalikan mereka agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan ini mendapat sambutan baik di kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari kaum adat. (Mawarti, Djoened PNN, 1984:169).
Perang Padri dilatarbelakangi oleh kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan oleh masyarakat Minangkabau. Mengetahui hal tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik lalu ikut mendukung keinginan ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama lain di Minangkabau yang tergabung dalam Harimau Nan Salapan.
Harimau Nan Salapan kemudian meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Seiring itu beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, puncaknya pada tahun 1815, Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung dan pecahlah peperangan di Koto Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan. Dari catatan Raffles yang pernah mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, menyebutkan bahwa ia hanya mendapati sisa-sisa Istana Kerajaan Pagaruyung yang sudah terbakar.
2.2  Tokoh / Pemimpin Perang Padri
Adanya perselisihan antara kaum adat dan kaum padri sebagai akibat dari usaha yang dilakukan kaum padri untuk memurnikan ajaran Islam dengan menghapus adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran islam.
Campur tangan belanda dengan membantu kaum adat .Pertempuran pertama terjadi dikota lawas kemudian meluas ke daerah daerah lain. Sehingga muncul pemimpin pemimpin yang mendukung gerakan kaum padri seperti Datuk Bandaro, Datuk Malim Basa (Imam Bonjol), Tuanku pasaman, Tuanku Nan Rencek, Tuanku Nan. cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk. 

2.3  Proses Perlawanan
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak. Perlawanan yang dilakukan oleh Kaum Padri cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui wakilnya di Padang mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan mengadakan "Perjanjian Masang" pada tanggal 15 November 1825 dan diingkari oleh Belanda sendiri.

Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di Natal. Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada Kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana. Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik  ke Bonjol. Banyak kampung yang dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai oleh Belanda. Melihat ini baik Kaum Adat dan Kaum Padri bersatulah mereka bersama-sama  menghadapi penjajah Belanda.

2.4  Akhir Perlawanan
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain. Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol,yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belandamenyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838.  Setelah itu berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.






















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku Imam Bonjol berhasil  ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838. Hancurnya benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa pengikutnya pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan akhirnya peperangan ini dianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.

3.2  Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.


















DAFTAR PUSTAKA


http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-indonesia.html
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened
2008. Sejarah Nasional Indonesia  Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P2003Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta:PT Gramedia
Hanna, Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya


3 komentar: