BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dewasa ini, pendidikan dijadikan ujung tombak kemajuan suatu
negara. Pendidikan dipandang mampu jadi pemecah atas masalah-masalah sosial
yang ada. Sejauh ini, pendidikan di negara kita masih semrawut, terutama soal
pengaturan kurikulum. Kritik terhadap kurikulum kita saat ini ialah kurang
tepatnya kurikulum dengan mata pelajaran yang terlalu banyak, dan tidak
berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan. Dan yang paling parah pada
setiap sistem pendidikan kita yaitu kurangnya evaluasi yang efektif.
Untuk mengetahui proses pendidikan telah berjalan sesuai
program, serta telah mencapai tujuan secara efisien dan efektif, atau
proses pendidikan tersebut tidak berjalan sesuai program dan tidak mencapai
tujuan yang diharapkan, maka untuk mengetahui hal tersebut diperlukan kegiatan
yang disebut evaluasi. Evaluasi adalah pengambilan keputusan
berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria yang merupakan kegiatan
berkesinambungan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
evaluasi pendidikan.
Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan selama ini dirasakan
belum memberikan distribusi yang cukup untuk peningkatan kualitas pendidikan.
Hal ini disebabkan oleh sistem evaluasi yang digunakan belum tepat atau
pelaksanaan evaluasi belum seperti yang diharapkan, oleh karena itu perlu
dilakukan inovasi terhadap sistem evaluasi pendidikan ke arah yang lebih baik,
agar dapat mengukur semua kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik tanpa
hanya mengukur ranah kognitifnya saja. Dengan sistem evaluasi yang baik maka
akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik sehingga
dapat memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik dengan tujuan
akhir meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya, seperti yang
diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa yang merupakan tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian kita mengetahui kebaikan dan kekurangan
usaha kita yang memperkaya pengalaman kita sebagai calon pengajar yang dapat
kita gunakan untuk masa-masa mendatang dengan anggapan bahwa keberhasilan
sekarang juga akan memberi hasil yang baik di kemudian hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
karakteristik dan fungsi evalusai pendidikan ?
2. Apakah prinsip-prinsip
evaluasi pendidikan ?
3. Terdidri
dari apa saja cakupan evaluasi pendidikan ?
4.
Apa implikasi evaluasi pendidikan bagi dunia pendidikan dan terhadap
disiplin ilmu saat
ini ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Fungsi
Evaluasi Pendidikan
Kegiatan evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai
beberapa karakteristik penting, diantaranya sebagai berikut.
1. Memiliki implikasi
tidak langsung terhadap siswa yang dievaluasi.
Hal
ini terjadi misalnya seorang guru melakukan penilaian terhadap kemampuan yang
tidak tampak dari siswa. Apa yang dilakukan adalah ia lebih banyak menafsir
melalui beberapa aspek penting yang diizinkan seperti melalui penampilan,
ketrampilan atau reaksi mereka terhadap sesuatu stimulus yang diberikan secara
terrencana.
Dikarenakan
evaluasi tidak dilakukan secara kontinkontinu maka hanya merupakan sebagian
fenomena saja. Atau dengan kata lain, apa yang dievaluasi hanya sesuai dengan pertanyaan
item yang direncanakan oleh seorang guru.
3. Mempunyai sifat
kebermaknaan relative.
Ini
berarti, hasil penilaian tergantung pada pokok ukur yang digunakan oleh guru.
Disamping itu, evaluasi pun tergantung dengan tingkat ketelitian alat ukur yang
digunakan. Sebagai contoh, jika kita mengukur objek dengan penggaris yang
mempunyai ketelitian setengah mili meter akan diperoleh hasil pengukuran yang
kasar. Sebaliknya, jika seeorang guru mengukur dengan menggunakan alat mikro
meter yang biasanya mempunyai ketelitian 0.2 milimeter maka hasil pegukuran
hasil pengukuran yang dilakukan akan memperoleh hasil ukur yang lebih teliti.
Disamping karakteristik, evaluasi juga mempunyai fungsi yang
bervariasi didalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut.
1. Sebagai alat guna mengetahui
apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan
yang telah diberikan oleh seorang guru.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek
kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
3. Mengetahui tingkat
ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
4. Sebagai sarana umpan
balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
5. Sebagai alat untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa.
6. Sebagai materi utama
laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.
Demikian bervariasinya fungsi evaluasi, maka sangat penting
bagi para guru agar ketika merencanakan kegiatan evaluasi, sebaiknya perlu
mempertimbangkan lebih dulu fungsi dan kerakteristik evaluasi yang manakah yang
hendak dibuat untuk para siswa.
Evaluasi juga mempunyai fungsi yang bervariasi di dalam
proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai alat guna mengetahui apakah
peserta didik telah menguasai pengetahua, nilai-nilai, dan keterampilan yang
telah diberikan oleh seorang guru.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek
kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
3. Mengetahui tingkat
ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
4. Sebagai sarana umpan balik
seorang guru, yang bersumber dari siswa.
5. Sebagai alat untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa.
6. Sebagai materi utama laporan
hasil belajar kepada para orang tua siswa.
Suharsimi Arikunto merumuskan fungsi yang lebih
spesifik antara lain :
1.
Berfungsi selektif, dengan cara mengadakan penilaian guru untukmengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Dengan
penilaianitu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah,
dan sebagainya.
2. Berfungsi diagnostik, apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukupmemenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan
mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebabmusababnya kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian,sebenarnya guru mengadakan diagnosa kepada siswa tentangkebaikan dan kelemahannya.
3. Berfungsi sebagai penempatan. Untuk dapat menentukan dengan pasti
bahwa seorang siswa harus ditempatkan pada kelompok tertentu, makadigunakanlah suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasilpenilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalambelajar.
4. Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, yakni untuk mengetahui sejauh
mana suatu program berhasil diterapkan.
B. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI
PENDIDIKAN
Prinsip-prinsip Evaluasi menurut Rubiyanto, Rubini, dan Sri
Hartini Mwnurut Rubiyanto (2005:12) evaluasi memiliki beberapa prinsip, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Prinsip totalitas,
keseluruhan, atau komprehensif.
Evaluasi
hasil belajar harus dilakukan untuk menggambarkan perkembangan atau perubahan
tingkah laku peserta didik secara menyeluruh. Artinya, evaluasi mempu
mengungkapkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Prinsip kesinambungan
Evaluasi
yang baik dilakukan secara teratur, berkesinambungan dari waktu ke waktu,
terencana dan terjadwal. Evaluasi yang demikian akan menggambarkan perkembangan
peserta didik dari waktu ke waktu.
3. Prinsip Objektivitas
Evaluasi
yang baik harus terlepas dari kepentingan subyek. Hasil evaluasi tersebut harus
menggambarkan kondisi peserta didik secara obyektif.
C. CAKUPAN EVALUASI PENDIDIKAN
Secara garis besar evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi
tiga macam luasan, yaitu pencapaian akademik, kecakapan (aptitude), dan
penyesuaian personal sosial.
1. Cakupan Pencapaian
Akademik
Cakupan yang paling penting dari evaluasi pembelajaran dan
banyak dipahami pemanfaatannya oleh para guru adalah evaluasi sebagai usaha
eksplorasi informasi tentang pencapaian akademik. Secara devinitif pencapaian
akademik diartikan sebagai pencapaian siswa dalam semua cakupan mata
pelajaran.
Evaluasi pencapaian akademik, mencangkup semua instrument
evaluasi yang direncanakan secara sistematis guna menentukan derajat dimana
seorang siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya
oleh para guru. Dengan batasan pengertian ini, evaluasi pencapaian akademik
cangkupan kegiatannya antara lain tespaper pen, tes penampilan, dan
prosedur nontesting lainnya yang mengukur semacam perubahan tepat dari perilaku
siswa. Evaluasi pencapaian akademik ini merupakan cakupan yang paling luas dan
bervariasi sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Dilihat dari aspek guru, pencapaian akademik juga tidak
kalah penting manfaatnya, jika disbanding manfaatnya bagi siswa yang
dievaluasi. Dengan evaluasi pencapaian akademik tersebut, seorang guru dapat
melihat apakah proses pengajaran yang telah diterapkan pada peserta didik dapat
berhasil atau tidak. Jika kurang berhasil seorang guru perlu memperbaiki cara
penyampaiannya, dan sebaliknya jika sudah tercapai ia juga dianjurkan untuk
tetap menjaga atau terus meningkatkan kualitas penyampaian materinya kepada
siswa.
2. Cakupan Evaluasi Kecakapan
atau Kepandaian
Secara devinitif evaluasi kecakapan (aptitude) tidak lain
adalah mencari informasi yang berkaitan erat dengan kemampuan atau kapasitas
belajar peserta didik yang dievaluasi. Insrtumen evaluasi kecakapan yang
diperoleh dari siswa dapat digunakan oleh para guru untuk memprediksi prospek
keberhasilan siswa dimasa yang akan dating, jika ia belajar secara intensif
dengan fasilitas pembelajaran yang baik. Kecakapan siswa pada umumnya dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu general aptitude (kecakpan
umum), dan specific aptitude (kecakapan spesifik). Kedua
kecakapan ini telah lama menjadi focus testing dalam mengevaluasi siswa yang
hendak dievaluasi (evaluand). Beberapa evaluasi yang termasuk evaluasi
kecakapan umum diantaranya yang paling luas diterapkan di bidang pendidikan
adalah tes inteligensi, dengan menggunakan instrument paper-pen dan tes
kecakapan artistic (an art aptitude test) sebagai tes kecakapan spesifik.
Evaluasi kecakapan siswa dan evaluasi pencapaian hasil
belajar pada prinsipnya adalah berbeda. Jika evaluasi kecakapan seorang guru
atau evaluator kemudian berusaha untuk memprediksi prospek kemampuan mereka ke
depan, evaluasi pencapaian akademik guru akan mengukur pencapaian hasil belajar
siswa selama mengikuti proses pembelajaran.
Itu semua dengan asumsi bahwa para siswa tersebut mendapat
pendidikan atau diklat yang sesuai dengan kemampuan dan dilakukan dengan baik.
Perbedaan lain dari evaluasi kecakapan dan pencapaian hasil belajar dari sejak
disekolah dasar sampai jenjang sekarang, misalnya sekolah menengah atas dalam
bidang studi yang sama. Mental ability dibangun untuk menemukan evaluasi
kecakapan sekitar evaluasi inteligensi umum.
3. Cakupan Evaluasi
Penyesuaian Personal Sosial
Cakupan
lain yang juga perlu diketahui oleh seorang guru terhadap para siswanya adalah
evaluasi yang berkaitan erat dengan tingkat adaptasi atau penyesuaian siswa
secara personalitas atau secara bersama dengan teman atau di sekolah. Evaluasi
penyesuaian personal social tidak sama dengan evaluasi pribadi siswa.
Personalitas dapat dimaknai lebih luas. Personalitas dalam hal ini
merupakan keseluruhan (entity) dari siswa. Personalitas merupakan semua
karakteristik psikologi yang dimiliki siswa dan hubungannya dengan siswa
lain.
Cakupan
evaluasi penyesuaian atau adaptasi personal social ini diantaranya kemampuan,
emosi, sikap dan minat siswa yang dimiliki sebagai pengalaman lalu dari siswa
tersebut. Evaluasi personalitas sebenarnya termasuk juga didalamnya, evaluasi
akademik dan evaluasi kecakapan. Sebaliknya evaluasi adaptasi personal social juga
menggunakan teknik yang bermacam-macam, diantaranya berisi teknik evaluasi
dengan menggunakan tes seperti testing sikap, testing interes, kematangan
social, kemampuan kerjasama (cooperativeness), skala rerata diri dan inventori
dengan paper-pencil.
Teknik proyeksi baku (standardized
projective techniques) juga termasuk dalam cakupan evaluasi penyesuaian
personal social, walaupun demikian beberapa ahli pendidikan ada yang memasukkan
teknik proyeksi baku tersebut kedalam cakupan sabagai instrument evaluasi
klinis.
Evaluasi
penyesuaian personal ini memiliki manfaat yang besar bagi seorang guru,
khususnya untuk mengetahui secara intensif tingkat adaptasi para siswanya.
Namun, tidak sedikit pula para ahli evaluasi pendidikan yang mengatakan bahwa
evaluasi penyesuaian personal social kurang berhasil disbanding kedua evluasi
tersebut diatas. Walaupun demikian, sebaiknya para guru tetap memahami dan
menguasai evaluasi ini, karena manfaatnya dalam mengungkapkan potensi siswa
pada umumnya dalam berhubungan dengan sesame siswa dikelas maupun disekolah,
juga penting peranannya sebagai usaha yang terencana dalam mengubah perilaku
siswa.
Lepas
dari keberhasilan dan kegagalan disbanding jenis evluasi lainnya, evaluasi
penyelesaian personal social termasuk diantaranya paper-pencil misalnya angket
dengan piulihan ganda. Angket dengan dua jawaban; ya-tidak, setuju-tidak, atau
pasti tidakyang berusaha mengungkap diri siswa adalah banyak digunakan dalam
evaluasi penyesuaian personal social.
D. IMPLIKASI EVALUASI PENDIDIKAN
1. Implikasi Teori
Belajar Terhadap Konsep Evaluasi Pendidikan
a. Behaviorisme
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input
yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan
apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting
diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Hasil belajar adalah hal yang sangat
menentukan apakah seseorang dikatakan berhasil atau malah sebaliknya yaitu
gagal.
Hal ini tanpa melihat proses untuk memperoleh hasil belajar
itu sendiri. Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia
pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
1) Proses belajar (KBM) dapat
berhasil dengan baik apabila si pelajar ikut berpartisipasi secara aktif
didalamnya
2) Materi pelajaran (KBM)
dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis
sehingga si pebelajar mudah mempelajarinya
3) Tiap-tiap respon
(kompetensi) perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si pebelajar
dapat mengetahui apakah respon yang diberikan telah benar atau belum
4) Setiap kali si pebelajar
memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif
ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negative
(evaluasi)
Oleh karena teori behavioristik memahami bahwa seseorang
dikatakan belajar apabila mengalami perubahan tingkah laku, maka evaluasi dapat
dilakukan dengan cara melihat perubahan tingkah laku yang ditunjukkan oleh
siswa. Apabila perubahan tingkah lakunya besar (menunjukkan hasil belajar yang
baik) maka dikatakan bahwa siswa tersebut berhasil, akan tetapi apabila
perubahan tingkah laku yang ditunjukkan siswa sedikit (hasil belajar tidak
sesuai dengan target) maka dikatakan suatu kesalahan. Dengan demikian apabila
hasil belajar tidak sesuai dengan yang diharapkan maka guru akan mengadakan
evaluasi terhadap masukan (stimulus) agar respon yang diberikan siswa lebih
baik (tanpa mempertimbangkan proses belajar).
Evalusi menuntut satu jawaban benar. Jawaban benar
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi juga
dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan belajar dengan menekankan pada evaluasi individu.
Kelebihan dari teori ini adalah siswa dituntut untuk
berusaha mencapai target yang ditentukan (kurikulum, nilai, dan sebagainya),
dengan konsekuensi apabila target terpenuhi maka dikatakan berhasil dan patut
mendapatkan hadiah sedangkan bila target tidak terpenuhi maka siswa dikatakan
gagal dan patut mendapat hukuman.
b. Kognitivisme
Dalam teori kognitivisme, belajar merupakan keterlibatan
penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif dimana seseorang memproses
dan menyimpan informasi. Belajar juga merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek kejiwaan lainnya
dimana pengetahuan yang diterima disesuaikan dengan struktur kogniitf yang
sudah dimiliki seseorang berdasarkan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar.
Dengan memahami konsep belajar demikian, maka evaluasi yang
dilakukan pun berbeda dengan behaviorisme. Dalam behavioristme evaluasi
dilakukan setelah pembelajaran selesai dan bersifat individu, namun dalam
kognitivisme ini evaluasi dilakukan tidak harus menunggu materi pembelajaran
selesai dengan kata lain ditengah-tengah kegiatan pembelajaran guru sudah bisa
melakukan proses evaluasi. Jawaban yang dibutuhkan pun tidak terbatas pada satu
jawaban pasti akan tetapi siswa dapat lebih kreatif menjabarkan pengetahuan
yang dimilikinya selama ini.
c. Konstruktivisme
Evaluasi pada teori konstruktivisme ini digunakan untuk
menggali munculnya berfikir divergent, pemecahan ganda, dan bukan hanya satu
jawaban yang benar. Selain itu evaluasi disini juga merupakan bagian utuh dari
pembelajaran dengan cara memberikan tugas-tugas yang bermakna serta menerapkan
apa yang dipelajari yang menekankan pada keterampilan proses.
Evaluasi yang dilakukan hamper sama dengan teori
kognitivisme. Ditengah-tengah proses pembelajaran guru bisa mengajukan
pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Berbagai macam metode dapat diterapkan oleh guru, antara lain: Tanya jawab,
penyelidikan/menemukan, dan komunitas belajar.
Kegiatan bertanya sangat berguna dalam pembelajaran yang
produktif seperti dikemukakan Nurhadi (2003: 14) berikut ini:
1) menggali informasi, baik
administrasi maupun akademis
2) mengecek pemahaman siswa
3) membangkitkan respon kepada
siswa
4) mengetahui sejauh mana
keinginan siswa
5) mengetahui hal-hal yang
sudah diketahui siswa
6) memfokuskan perhatian siswa
pada sesuatu yang dikehendaki guru
7) membangkitkan lebih banyak
lagi pertanyaan dari siswa
8) menyegarkan kembali
pengetahuan siswa
Sesuai dengan peranan guru dalam teori konstruktivisme ini
adalah guru sebagai fasilitator sehingga guru tidak selalu memberikan materi di
kelas, siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga dalam KBM
terjadi timbal balik antara guru dengan siswa yang menyebabkan aspek penilaian
guru menjadi semakin banyak dan tidak terpacu pada hasil akhir (ujian).
2. Implikasi
Prinsip-Prinsip Belajar Terhadap Evaluasi Pendidikan
a. Perhatian dan Motivasi
Implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya
oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan
dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan
mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat
melakukannya dengan menentukan atau mengetahui tujuan belajar yang hendak
dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain,
menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis
lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan
motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat
psikis.
b. Keaktifan
Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
c. Keterlibatan
Langsung atau Pengalaman
Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak
segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka.
Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka
memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan
implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut
dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa
berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan
perilaku sejenis lainnya.
Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara
mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian,
perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran
dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
d. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara
keseluruhan lebih berarti. Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa
bosan dalam melakukan pengulangan. Itulah yang merupakan implikasi dari prinsip
pengulangan.
e. Tantangan
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan
dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu
memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga harus
memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang
dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip
tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas
terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
f. Balikan dan
Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang
dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki
pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan
penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang
memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci
jawaban, menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau
menerima teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.
g. Perbedaan Individual
Implikasi adanya prinsip perbedaan individual diantaranya
adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih
bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa
perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas implikasi prinsip-prinsip
belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam
kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya dalam melakukan proses penilaian (evaluasi) guru harus
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian agar tujuan penilaian dapat tercapai
dengan baik. Prinsip-prinsip penilaian itu antara lain: objektif, transparan,
berkesinambungan, dan menyeluruh.
Prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak,
dan sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik
antara pendidik dengan peserta didik. Prinsip ini dijadikan sebagai dasar dalam
upaya pembelajaran, baik bagi siswa maupaun bagi guru dalam upaya mencapai
hasil yang diinginkan.
Implikasi ketiga teori belajar yang telah dijelaskan
(behaviorisme, kognitivimse, konstruktivisme) terhadap evaluasi pendidikan
adalah bahwa kurikulum yang dikembangkan hendaknya tidak terlalu ketat dalam
arti dapat mengembangkan kreatifitas dan produktifitas siswa, evaluasi
hendaknya tidak hanya diukur dari hasil belajar siswa (rapor) akan juga mengacu
pada proses belajar dimana siswa dituntut aktif dan memiliki semangat belajar
tinggi, guru hendaknya memahami karakteristik belajar siswa karena setiap siswa
memiliki perbedaan dalam kecepatan menangkap ilmu pengetahuan serta memiliki
caranya sendiri untuk belajar. Dengan mengetahui berbagai teori belajar
diharapkan pendidikan di Indonesia dapat terus dievaluasi sehingga dapat
mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan dengan baik.
B. SARAN
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak
menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu
bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di
lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara
lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya
manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa
ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
H. M. Sukardi, MS,Ph.D. 2009. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya.
Jakarta: Bumi Aksara
fajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/04/teori-belajar.pdf
jurnal.ump.ac.id/_berkas/jurnal/11.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar