BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pertama shalat istisqa merupakan sunnah Rasulullah SAW dan
juga dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW sepeninggal beliau. Shalat
istisqa adalah shalat sunnah meminta hujan kepada Allah Azza Wajalla ketika
semua makhluk hidup di bumi mengalami kekeringan karena hujan tak kunjung tiba.
Sumur-sumur kering tak ada air, air sungai jauh berkurang debitnya, rerumputan
menguning, kecoklatan dan akhirnya mati, pohon-pohon meranggas, hewan-hewan
kekurangan air dan manusia pun mengalami bencana serius. Saat itulah dilakukan
shalat istisqa. Shalat minta rahmat dari Allah SWT agar Dia menurunkan hujan
yang penuh berkah, hujan yang memberi kehidupan. Kullu hayyin minal maa’.
Setiap kehidupan bersumber dari air. Sebagaimana diceritakan di dalam hadits
berikut ini, yang artinya,
“Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam tentang musim kemarau yang panjang. Lalu beliau memerintahkan untuk
meletakkan mimbar di tempat tanah lapang, lalu beliau membuat kesepakatan
dengan orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan”.
Aisyah lalu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di mimbar. Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, lalu
bersabda,
“Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri
kalian dan hujan yang tidak kunjung turun, padahal Allah Azza Wa Jalla telah
memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Ia berjanji akan mengabulkan
doa kalian”.
B. Rumusan Masalah
- Apa Pengertian Istisqa’?
- Apa Hukum Sholat Istisqa’?
- Bagaimana tatacaranya?
- Bagai mana pelaksanaan
sholat Istisqa’?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istisqa’
Istiqa’ artinya
minta diturunkan hujan oleh Allah SWT untuk sejumlah negeri atau hamba-hanbaNya
yang membutuhkan melalui shalat, berdo’a dan beristighfar ketika terjadi
kemarau.1
Ibnu qudamah
berkata: “shalat istiqha hukumnya sunnah muakkadah, ditetapkan oleh
sunnah Rasulullah SAW dan Khulafa Ar Rasyidin.2
B. Bentuk-bentuk Memohon Hujan (istisqa’).
1. Seorang imam
shalat dua rakaat bersama makmum, waktunya kapan saja, kecuali waktu yang
dilarang untuk shalat. Dengan mengeraskan bacaan, rakaat pertama membaca surat
Al-’Ala dan yang kedua dengan surat Al-Ghasiyah Selesai shalat Imam berkhutbah
di hadapan manusia kemudian berdo’a kepada Allah agar diturunkan hujan. Dan ini
adalah cara yang paling sempurna dan lengkap.
2. Ketika khutbah
jum’at kemudian di akhir khutbah khatib berdo’a supaya diturunkan hujan,
kemudian makmum mengamini do’anya. Sebagaiamana sabda Nabi saw, Dari Anas ra
bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid pada hari jum’at, sedangkan
Rasulullah saw sedang berdiri berkhutbah, lalu laki-laki tadi berkata, “Wahai
Rasulullah saw hartaku telah binasa, bekalku telah habis, maka berdo’alah
kepada Allah agar menolong (menurunkan hujan) kepada kita, kemudian Rasulullah
saw mengangkat kedua tangannya dan berdo’a,
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ
أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
C. Beberapa Jenis Istisqa Kepada Allah
Memohon kepada
Allah agar diturunkan hujan berdasarkan apa yang ditetapkan oleh syari’at,
dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a) Sholat istisqa secara berjama’ah ataupun sendirian.3
b) Imam sholat Jum’at memohon kepada Allah agar diturunkan
hujan dalam khutbahnya. Para ulama ber-ijma’ bahwa hal ini disunnahkan
senantiasa diamalkan oleh kaum muslimin sejak dahulu.4
c) Berdo’a setelah shalat atau berdo’a sendirian tanpa didahului
shalat. Para ulama ber-ijma’ akan bolehnya hal ini.5
D. Hukum Sholat
Istisqa
Sholat istisqa’ termasuk
shalat sunnah yang sangat dianjurkan sekali (sunnah muakkadah), dimana
Rasulullah SAW pun telah melaksanakannya dan beliau juga memberitahukannya
kepada orang-orang agar ikut serta untuk pergi ketempat pelaksanaan sholat
istisqa’.
Oleh karena itu
apabila hujan sangat lama tidak turun dan tanah menjadi gersang, maka
dianjurkan bagi kaum muslimin pergi ketanah lapang untuk melaksanakan sholat
istisqa’ dua rakaat dipimpin seorang imam, memperbanyak do’a dan istighfar.
E. Tata Cara Istisqa’
Pergi ke tanah lapang kemudian shalat
berjama’ah bersama orang-orang yang dipimpin seorang imam tanpa adzan dan
iqomah akan tetapi hendaknya mengucapakan الصلاة جامعة.
Kemudian shalat dua rakaat, jika imam berkenan maka ia dapat membaca takbir
sebanyak tujuh kali pada rekaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua
seperti pada shalat hari raya. Pada rakaat pertama imam Smembaca surat al-’Ala setelah ia membaca surat Al-Fatihah dengan suara yang
nyaring, sedang pada rakaat yang kedua membaca surat al-Ghasiyah.
Setelah selesai
shalat hendaknya imam menghadap ke arah jama’ah kemudian ia berkhutbah di
hadapan mereka dengan menghimbau mereka supaya banyak beristighfar, lalu imam
berdoa yang diamini oleh jama’ah, lalu imam menghadap kiblat serta mengubah
posisi selendangnya, sehingga bagian sebelah kanan berpindah ke bagian sebelah
kiri, serta bagian sebelah kiri berpindah ke bagian sebelah kanan dan kemudian
mengangkat tangannya, lalu orang-orangpun harus mengubah posisi selendang
mereka sebagaimana yang dilakukan seorang imam. Selanjutnya mereka berdoa
sesaat kemudian bubar. Sebagaimana sabda Nabi saw dari Abdullah bin Zaid ia
berkata:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَرَجَ يَسْتَسْقِي قَالَ فَحَوَّلَ إِلَى النَّاسِ
ظَهْرَهُ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ يَدْعُو ثُمَّ حَوَّلَ رِدَاءَهُ ثُمَّ صَلَّى
لَنَا رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
“Saya melihat Nabi saw tatkala pergi ke tanah lapang untuk shalat istisqa’
beliau palingkan punggungnya menghadap para sahabat dan kiblat sambil berdo’a,
lalu beliau palingkan selendangnya, kemudian shalat dengan kami du’a rakaat
dengan suara yang keras ketika membaca ayat.
F. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan shalat istisqa’ sama
seperti shalat hari raya, ini adalah pendapat Malikiyah, berdasarkan keterangan
dari Aisyah, “Rasulullah saw pergi menunaikan shalat istisqa’ ketika
tampak penghalang matahari.” Namun dalam
hadits ini bukan membatasi bahwa waktu shalat istisqa’ itu hanya seperti keterangan dalam hadits, akan
tetapi waktu pelaksanaan shalat istisqa’ dapat dikerjakan kapan saja, selain waktu yang
dilarang untuk shalat. Karena shalat istisqa’ memiliki waktu yang panjang, namun yang lebih afdhal
adalah dilaksanakan pada awal hari sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas,
karena shalat istisqa’
menyerupai (hampir sama) dengan shalat ‘ied tata cara dan tempatnya.
G. Hal yang Disunnahkan Sebelum Shalat
Disunnahkan
kepada imam untuk mengumumkan pelaksanaan shalat istisqa’ beberapa hari sebelumnya, menghimbau orang-orang
supaya bertaubat dari kemaksiatan dan menjauhkan diri dari kedzaliman. Juga
menganjurkan mereka supaya berpuasa, bersedekah, meninggalkan permusuhan
dan memperbanyak amal kebaikan, karena kemaksiatan itu penyebab kemarau dan
tidak diturunkannya hujan, sebagaimana ketaatan menjadi penyebab kebaikan dan
keberkahan sehingga Allah swt akan menurunkan hujan dari langit.
H. Khutbah Istisqa’
Para
ulama’ berbeda pendapat mengenai waktu khutbah pada shalat istisqa’, Sebagian ulama’ berpendapat dan ini adalah
merupakan riwayat dari Imam Ahmad, bahwasanya Imam berkhutbah sebelum shalat istisqa’.
Namun mayoritas ulama’ di antaranya adalah Malik, Syafi’I dan Muhammad bin
Hasan dan ini juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal dari jalur yang lain,
bahwasanya khutbah istisqa’
dilaksanakan setelah shalatistisqa’
dan ini merupakan pendapat yang benar, sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni berdasarkan perkataan dari Abu Hurairah di dalam
hadits yang shahih,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَسْتَسْقِي فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ
بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللَّهَ وَحَوَّلَ
وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ ثُمَّ قَلَبَ رِدَاءَهُ فَجَعَلَ
الْأَيْمَنَ عَلَى الْأَيْسَرِ وَالْأَيْسَرَ عَلَى الْأَيْمَنِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw keluar pada waktu istisqa’ maka
kemudian ia shalat bersama kami dua raka’at tanpa adzan dan iqamah kemudian
berkhutbah pada kami dan berdo’a kepada Allah dan menghadapkan wajahnya ke arah
kiblat dengan mengangkat tangannya kemudian membalik selendangnya dan
menjadikan selendang sebelah kanan pada pundak yang kiri dan selendang sebelah
kiri diletakkan di pundak yang kanan.” (HR. Ibnu Majah).
I. Do’a-do’aIstisqa’
Di bawah ini akan kami sebutkan beberapa do’a di dalam istisqa’ yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw :
1.
Sebagaimana hadits yang telah lalu ketika seorang laki-laki datang ke masjid
dan Rasulullah saw sedang berkhutbah, kemudian ia minta supaya Rasulullah saw
berdo’a sebanyak tiga kali.
اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا
“Ya Allah tolonglah kami, tolonglah kami, tolonglah
kami”.
2.
Sebagaimana sabda Nabi saw dari Ibnu Abbas
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا
مَرِيئًا طَبَقًا مَرِيعًا غَدَقًا عَاجِلًا غَيْرَ رَائِثٍ
“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong, menyegarkan
tubuh dan menyuburkan tanaman dan segera tanpa ditunda-tunda.”
3. Dalam
Shahih Bukhari disebutkan bahwasanya Nabi Saw ketika dalam istisqa’ beliau membaca
اللهم اسقنا اللهم اسقنا اللهم اسقنا
”Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah
turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami”.
Salah
satu do’a dalam istisqa’
adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى
الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ
الشَّجَرِ
“Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami, bukan pada
kami. Ya Allah berilah hujan ke dataran tinggi, pegunungan, anak bukit, dan
lembah serta di tempat tumbuhnya pepohonan.”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istisqo(meminta
hujan)ada3macam cara :
-berdoa
,baik dilakukan sendiri-diri atau secara barjamaah.
-Berdoa
setelah mengerjakan sholat baik sholat fardhu atau sunah dan berdoa pada saat
khutbah
jumat serta khutbah hari raya.
-Melakukan
sholat istisqo yang tata caranya sebagai mana dibawah ini :
sholat
istisqo’
Sholat
istisqo’ : sholat yang di lakukan untuk meminta hujan kepada Alloh,
sholat ini hukumnya sunnah mu’akkad dan termasuk sholat sunnah yang memiliki sebab, sholat ini dilaksanakan jika ada hajat (beberapa factor) antara lain kemarau panjang , tidak ada mata air, air berubah menjadi asin dll.
sholat ini hukumnya sunnah mu’akkad dan termasuk sholat sunnah yang memiliki sebab, sholat ini dilaksanakan jika ada hajat (beberapa factor) antara lain kemarau panjang , tidak ada mata air, air berubah menjadi asin dll.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ihkam Syarh Ushulil Ahkam, Ibnul Qasim
Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, Al Inshaf , Al Mughni
Rasjid, sulaiman. 2012. Fikih Islam. Sinar Baru
Algesindo: Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar